Dari Sisi Nadie: Mimiti
Seems like I was walking in the wrong direction
I barely recognize my own reflection, no
Scared of love but scared of life alone
Seems I've been playing on the safe side baby
Building walls around my heart to save me, oh
But it's time for me to let it go
(Lady
Antebellum – Ready To Love Again)
Malam Minggu ini begitu
menyebalkan. Aku dirumah sendirian karena Mams dan Pops sedang ke Bandung,
mengunjungi Nini, Ibunya Mams, yang sedang sakit. Padahal, aku sendiri juga
sedang sakit. Oh well, iya, iya.
Memang Cuma flu karena musim pancaroba dan kegiatanku sedang padat-padatnya.
Tapi siapa bilang flu ini tidak menyiksa? Hidungku mampet, ingusku meler,
napasku sesak, kepalaku berat dan badanku serasa melayang.
Kuputuskan untuk mengirimkan SMS
pada Mams, berharap Mams akan langsung melesat pulang begitu menerima SMSku.
Huh. Salah siapa menelantarkan anak?!
Sejak ditinggal Mams Non sakit.
Non flu. Mams pulang kapan???
Message.
Sent. To : Mamsky
Belum ada tiga puluh detik dari SMS
itu terkirim, ponselku berbunyi. Telepon dari Mams. Aku tersenyum, kemudian
menggeser slide ke kanan untuk mengangkat telpon tersebut. Kupasang suara
paling manja dan memelas.
“Maaaaaams…”
“Aduh sayang, suaramu bindeng banget. Kasian anak Mamams
sakit, ya?!”Tanya Mama, khawatir.”kamu kecapean ini mah, gara-gara Dukun
Sakti…”
“Gema Sakti, Maaaams…”
“Apalah namanya itu. Makanya jangan
capek-capek, sih.”ujar Mams menyalahkan,”pulang jam sebelas malam, rapat hampir
setiap hari…”
“Mams… udah deh Non lagi sakit
jangan diomelin. Balik dong, Maaams…”selaku memelas. Aku butuh Mams banget
soalnya L
“Non kesayangan Popi, kata Mams
kamu sakit, ya?”kudengar suara yang sangat hangat sekaligus jahil diseberang.
Telepon telah beralih ke Pops.
“Iya, Pops. Makanya balik.”ujarku
sambil membersit hidung.
“Jangan coba-coba bujukin Mams kamu
itu buat pulang. Pops sudah sengaja ambil cuti sampai Senin biar bisa agak
lamaan dikit nengok Nini kamu. Tiket kereta yang Pops pesen unrefundable. Tahan-tahan sampai besok Senin,
dong, Non. Minum obat, gih.”ujar Pops dengan santainya.
“Pops tega! Jahat bangeeeet!”aku
mulai terisak. Okay, ini lebay sekali. Tapi hey! Bagaimanapun aku, sebagai anak
satu-satunya dari Mams dan Pops, apalagi sedang sakit, butuh sekali perhatian,
bukan?
“Udah. Tahan dikit, ya, Non sayang.
Telepon si Blekuthuk tuh suruh nemenin kamu. Tapi awas! Jangan macem-macem!
Pops belum mau punya cucu!”
“POPS! Apaan cobaaaa…”aku menghela
napas lemah. Tenagaku terkuras hanya untuk berdebat dengan Pops.”yaudah sana
deh. Salam buat Nini dan Tante Dhyta sekeluarga, ya, Pops. Jangan salahin Non
kalo besok Senin Non udah nggak ada dirumah. Non mau ke Komnas Anak, mau lapor
Kak Seto bahwa Non telah ditelantarkan.”
Tanpa menunggu balasan dari Pops,
aku langsung menutup telepon kemudian merebahkan diri di kasur, kemudian
tersedu. Merasa nelangsa. Aku sedang sakit (iya. Flu, sih. Tapi tetap saja.)
dan tidak ada yang memperhatikan. Jika saja Erik tidak sedang naik gunung
dengan teman-teman organisasi pencinta alamnya, sudah sedaritadi aku memintanya
untuk merawatku. Mungkin memang aku sudah ditakdirkan untuk sendiri dalam
kondisi yang tidak enak seperti ini. Duh.
Untuk membunuh waktu dan
kebosananku, aku membuka satu persatu social
media yang aku punya, hanya sekedar surfing
enggak jelas. Sampai kemudian, kutemukan Mas Dokter itu sedang mengupdate statusnya.
Calon Dokter Masa Depan
@pradityaeee 5m
Distance
will never lie.
Calon Dokter Masa Depan @pradityaeee 3m
It
is hard maintaining something abstract. Relationship and trust.
Calon Dokter Masa Depan @pradityaeee 1m
Curiosity
can lead into something that you never expect; whether negative thinking or
killing some feeling inside.
Aiihh! Mas Dokternya bisa galau
juga, ternyata! Ngeliat dari kata-katanya sih kayaknya ngegalauin pacar, deh.
Kenapa aku jadi sedih, ya? Iseng, aku mereply
salah satu twit galau tersebut.
Non Nadie @cnadie
Yes.
Distance still exist but no matter what, strong feeling will make that work.
Jgn galau, Pak Dokter J @pradityaeee
Kemudian mention dari Mas Dokter datang tak berapa lama kemudian. Hanya smiley. Ia hanya mengirimiku smiley.
Rasanya lumayan sesak.
*
Aku membuka mata, masih dengan
kepala yang berat dan perut yang melilit akibat kelaparan juga mual luar biasa.
Kuambil ponselku untuk melihat jam. Pukul dua dini hari. Artinya, aku tidur
sudah lima jam. Kebo sekali. Sementara itu dalam ponselku sudah berjibun segala
notifikasi. Sepuluh missed call dari
Mams, lima dari Pops, notifikasi dari berbagai social media dan tiga SMS dari operator selular yang – harus kuakui
– sangat menyebalkan.
Meski lemas dan dengan langkah
terhuyung, aku memaksakan diri untuk bangkit dan menuju ke dapur, sekedar untuk
mengisi perut yang rasanya sangat eneg. Aku tidak sebodoh itu untuk membiarkan
diriku tetap sakit tanpa ada orang yang bisa mengurusku.
Kuputuskan untuk membuat mie
instan. Selain gampang, sebenarnya hanya mie instanlah yang dapat kubuat dengan
sempurna – tanpa kegosongan dan rasa yang terlalu manis, asin, pedas atau tak
terdefinisi. Hal yang cukup aneh, mengingat bahwa Mams SANGAT jago memasak.
Katakan padanya masakan apa saja, dari daerah atau bahkan negara mana, beliau
akan menghidangkannya di depanmu dengan sempurna. Lalu mengapa aku tidak bisa
memasak? Well, sepertinya Mams memang
tidak ingin bakatnya tersaingi, meski aku sudah berkata padanya ini demi
regenerasi. Beliau selalu berteriak,”Jangan ke dapur! Berantakin aja!” ketika
aku beriktikad baik untuk membantunya memasak.
Selagi mulutku sibuk mengunyah, aku
berusaha membunuh waktu dan mengalihkan perhatianku dengan melihat ponselku,
mengecek apa yang aku lewatkan ketika aku tertidur. Aku nggak tahan berada di
dapur sendirian.
I’ll
tell you my other little secret. Aku orangnya
sangat penakut. Tak perlu kusebutkan aku takut apa, aku rasa kalian sudah bisa
menebaknya. Aku hanya ingin segera menyelesaikan makanku sehingga aku cepat
berada di kamar dan enggak keluar lagi setidaknya sampai hari terang.
Ku SMS Mams dan Pops mengabarkan
keadaanku – tentunya dengan sedikit didramatisir, tidak ada balasan. Tentu saja
mereka tidak akan terjaga selarut ini. Kemudian aku membuka social mediaku untuk membalas apa yang
perlu dibalas. Terakhir kubuka whatsapp. Kulihat sekilas, ada chat-chat dari temanku yang menanyakan
tugas, pinjam catatan atau pemberitahuan jarkoman rapat. Hampir saja kututup whatsappku
kalau saja aku tidak melihat ada sebuah chat
dari orang super penting. Erik.
Blekuthuk : Oy
Blekuthuk : Lagi apa?
Blekuthuk : Kata Mamah kamu jek sakit
Blekuthuk : Lah… kamu dirumah sendiri? Tante
ama Om ke Bandung katanya?
Blekuthuk : Sinyal ga jelas. Zzz. Kamu
sakit? Sana kerumah biar sama Mamah. Mamah katanya ndak enak kesitu soale
rumahmu tutupan.
Blekuthuk : Om telpon Mamah
Blekuthuk : Oy
Blekutuk : Kamu dimana?
Blekuthuk : Aku balik besok. Kamu ati2.
Melihat chat itu tanpa sadar membuatku tersenyum. Jenis perhatian itu khas
Erik sekali. Kulihat last seennya,
ternyata sudah tiga jam yang lalu. Sial benar sinyal yang jelek di gunung membuat
segala chat jadi pending. Duh.
Me : Aku gakpopo. Wis, kamu yang penting
balik dengan selamat J
Chat
itu sengaja kubalas cool seperti itu
agar tidak memancing kekhawatiran Erik. Kasihan, kan, lagi asyik naik gunung
tapi malah aku recoki dengan segala keluh kesahku HANYA karena aku sakit flu?
Maksudku, sudahlah. Besok dia akan pulang dan aku akan merepotkannya lagi
ketika itu. Hahaha.
Namun berakhirnya chat dengan Erik tersebut yang bersamaan
dengan habisnya mieku membuatku bingung karena sekarang I have nothing to do. Hal tersebut membuat paranoidku makin menjadi
dan pikiranku makin berkutat pada yang tidak-tidak. Tanpa mencuci piring, aku
berlari ke kamar dan kemudian meringkuk dibawah selimut.
Dan fuck. Tidak berhasil. Aku tidak bisa tidur kembali dan imajinasiku
malah semakin menggila. Daripada menangis, aku melakukan apa yang bisa aku
lakukan di dalam kamar – oke, dibawah selimut! – untuk mengalihkan pikiranku : berada
dalam dunia maya. Keasyikan mengupdate
pada dini hari seperti ini adalah tidak banyak orang yang membaca. Kamu tidak
akan dianggap alay. Keasyikan stalking
pada dini hari seperti ini adalah kamu tidak akan terpergok. Karena jika kamu
GR dan mengupdate status balasan,
tidak akan ada yang mengira karena waktunya sudah jauh berselang. Ya kecuali
sih kalo status atau gambar itu enggak sengaja ke like. Kalo itu mah kaya creepy
stalker.
Tapi karena updatean kali ini
enggak berkisar mengenai gadget, organisasiku, kegiatanku ataupun hal-hal yang
menyangkut seorang Nadie yang kuperlihatkan pada khalayak ramai, aku mengupdate
pada akun ‘sesuatu’ku yang lain. Sisi rapuh Nadie. Sisi Nadie yang ternyata eh
ternyata… galauan banget orangnya.
Catching
Hope And Fireflies
Sunday, November, 17, 2013
Bukan
Tentang Keberanjakan Tapi Bagaimana Mengobati Luka
Akan ada
hari dimana kamu ingin benar-benar pergi. Menghilang dan berlari. Mengumpat,
mengutuk dan mencaci setiap hal. yang tidak dapat kamu mengerti
Terhadap
yang datang, terhadap yang pergi, terhadap yang baru, terhadap yang telah lama
berlalu dan terhadap yang selalu ada di sisi
Luka lama
yang masih basah
Hei, apa
kabar kamu malam ini? Sudahkah kamu berdamai dengan hatimu sendiri?
Tentang
semua luka yang tidak pernah tersembunyi. Tentang semua yang terungkit kembali
Tentang
maaf yang tidak bisa kamu beri.
Aku menghela napas, berat dan
panjang. Fix sudah paranoidku tergantikan dengan kegalauan akut mengingat masa
lalu. Aku tutup akun blog ku dan kemudian membuka fitur kamera yang ada ponselku.
Dengan fitur kamera depan, aku bercermin. Melihat pantulan wajahku.
Kamu
itu enggak cantik! Kamu itu cupu! Kamu terlalu biasa!
Kata-kata tersebut terngiang
bagaikan kaset rusak yang terus merewind
dan merewind setiap lagunya. Apa aku
bener-bener segitu parahnya sampai-sampai pacarku enggak tahan terus ninggalin
aku?
Dan kenapa cewek harus cantik,
gaul, dan enggak biasa? Enggak cukupkah jadi diri sendiri aja?
Tak perlu terlalu lama bergalau ria
karena ponselku langsung bergetar menandakan ada notifikasi yang masuk. Dari twitter,
ada sebuah direct message dari… oh…
oh… Tuhan… si Adit membaca blogkuuuu!
Calon Dokter Masa Depan
@pradityaeee
Nice
post, Hope Catcher! (u don’t mind I called u that way, huh, Nad? J) please read mine J
Kubuka laman blognya yang sudah kubookmark dengan dada yang berdebar
kencang. Asli, malu banget ketauan galau!
The Dark Knight Who Will Not Rises
Sunday, November, 17, 2013
Self
Healing
Hey,
Lady. Ini bukan mengenai kekecewaan atau segala Tanya yang tidak bisa kamu
jawab. Atau bahkan mengenai segala ketidakmengertian dan ketidakpahaman yang
menimbulkan rasa pening di kepala. Bukan juga luka yang menganga, yang masih
meninggalkan nyeri dengan hebatnya.
Bukan,
ini bukan itu.
Terhadap
yang pergi, terhadap yang telah lama berlalu, bisakah kamu relakan itu?
Untuk
menunggu seseorang yang datang juga menghargai yang selalu berada di sisi.
Untuk
mencapai damai yang ada dalam hati, bisakah maaf itu kamu beri?
Nadz
: Buzz
Nadz
: Buzz
Nadz
: Ol, Dit?
Adit
: Hehe…
Adit
: Iya nih.
Nadz
: Duh
Adit
: Hbs lembur nugas
Nadz
: Malu bgt d
Adit
: Napa?
Nadz
: Oh nugaaas. Ganggu?
Adit
: Engga, santé hehe.
Adit
: Tadi… malu kenapa?
Nadz
: Hehehe… malu lah ketauan galau. Uda tua juga masih galau. Nyampah bgd, yah?
Sori, d… hehe.
Adit
: Hahaha… ih. Santai weh, Nona…
Nadz
: Nona? Naha, atuh, nyebutkeun abdi “Nona” ?
Adit
: Iya. Non Nadie, kan? :p
Adit
: Wah, anjeun ieu tiasa nyarios Sunda?
Nadz
: Hahaha… iya, dikit. Udah ah, pk bhs Indonesia aja ya daripada salah ngerti
kitanyah.
Nadz
: Ih, itu bukan Nona, lagi. Tapi… Nonik J Papah masih ada keturunan Tionghoa
gitu makanya aku dipanggil Nonik kalo dirumah. Non kependekan dari Nonik.
Maksa, sih. Agak aneh juga, ya? Hehe.
Nadz
: Pasti ngiranya aku narsis, yah, sok manggil diri sendiri dengan sebutan
‘Non’? :p
Adit
: Eyalah ya ampun… ternyata Nonik… Hahaha…
Adit
: Enggak ngirain narsis, kok. Ngirain galau aja :p
Nadz
: Astaga… jangan diingetin yang bikin malu, dong.
Adit
: Ngapain malu? Kan tulisannya enggak telanjang
Adit
: LOL
Nadz
: LOL
Nadz
: Malu ajalah ketauan tukang galau. Etapi kita kaya bales-balesan tulisan gitu
ya jadinya… XD
Adit
: Iya… sengaja. Habis menarik buat disautin, sih, tulisannya
Nadz
: Galau begitu tulisannya…
Adit
: Itu curhat, yah? :p
Nadz
: Bisa jadi… bisa jadi :p
Adit
: LOL
Adit
: Nulis bareng, yuk?
Begitulah kisah ini dimulai…
-FLOWER-
No comments:
Post a Comment