Tuesday, February 11, 2014

Second : Heart of us #4

Kata Hati Chalya: Karena Hati Ini Percaya Kamu
Especially for you
I wanna let you know what I was going trough
All the time we were apart I thought of you
You were in my heart, my love never changed
I still feel the same
 (MYMP – Especially For You)

“Yah... Gagal lagi.”
“Apaan?”
“Itu... artikelku belum beruntung buat bisa dimuat di koran.”
“Sedih?”

Sedih? Kuulangi pertanyaan Erland dalam hati. Sebenarnya sedih, sih. Pagi-pagi menghadapi kenyataan bahwa artikelku untuk kesekian kalinya mendapat respon yang kurang baik.  Tapi...
“Hmm... Nggak juga. Justru harus semangat untuk nulis yang lebih bagus lagi dong, biar selanjutnya tulisanku yang dimuat hohoho...”
Cukup akulah yang sedih di pagi ini. Jangan sampai merusak pagi hari milik sang pacar. Apalagi hari ini jadwal kuliah Erland sangat padat, makanya sekarang menyempatkan diri untuk menelepon sebelum mengabaikan ponselnya sampai sore nanti.
“Siiip, semangat yang keren! Makanya kirim ke aku dulu dong biar bisa aku baca, aku komen, gitu... Yah, walaupun aku nggak bisa komen soal teknik dan lain-lain, minimal bisa bilang bagus-nggak bagus, menarik-nggak menariknya dimana gitu, deh.”
“Iya, deeeh!” Klik! Dan sambungan telepon pun terputus. Aku menghela napas panjang.
Kalo artikelku ditolak terus, gimana caranya aku bisa menjadi jurnalis yang keren? Huuuffftt!
*
Hari ini panas. Sangat-sangat-sangat panas, dalam berbagai pengertian. Matahari yang sedang semangat bersinar dengan teriknya, belum lagi suasana rapat yang kacau balau karena peserta rapatnya telat – termasuk Arnanda! – dengan alasan kuliah. Hah!
Kalo aja mereka tau, kuliahku hari ini sangat bikin panas, pasti nggak akan ada yang berani terlambat rapat dengan keterlaluan seperti ini.
 “Sebagai ketua yang nggak pernah telat, kenapa lo telatnya di saat yang tepat gini, sih?” Protesku begitu Arnanda datang, yang langsung membuatnya terkejut. Iya, aku termasuk jarang menunjukkan raut kesal di depan orang banyak.
“Wow, sekretaris gue kenapa, nih? Tadi emang kelar kelasnya lebih lama dari biasanya, trus di jalan ketemu sama anak UKM tetangga, ngomongin masalah birokrasi baru ke rektorat yang lebih ribet,” jelasnya lengkap, sama sekali tidak membantu meredakan kekesalanku.
Saat ini, rasanya aku ingiiin sekali menghubungi Erland dan curhat habis-habisan. Kulihat tidak ada pesan apapun yang muncul di ponselku, tandanya Erland masih berkutat dengan perkuliahannya. Ah, saat-saat begini yang benar-benar bikin LDR terasa sangat menyiksa. Menyiksa!
Dan siksaan seperti ini berlanjut sampai jam sepuluh malam.
“Tuh, gini nih akibatnya kalo rapatnya molor tapi banyak hal yang mesti dibahas!”
Sepanjang perjalanan pulang, aku nggak berhenti mengomel. Biar saja Arnanda – yang mengantarku pulang dengan mobilnya – jadi sasaran kekesalanku. Lah, ini semua salah dia, sih. Aku bilang aku nggak mood untuk ikut makan malam dengan anak-anak, tapi Arnanda tetap memaksa. “Biar bete lo ilang,” gitu katanya. Tapi sama saja. Malah semakin menjadi-jadi. Satu-satunya obat bete yang kupunya hanya suara Erland, yang daritadi ingin menelepon tapi harus tertunda karena rapat. Huh!
“Salah siapa, coba?” Arnanda malah semakin memancing.
“Salah elo!”
“Lho, yang banyak nanya tadi siapa, coba? Hayooo...”
“Elo!” Aku tetap bersikukuh. Semua kekacauan rapat tadi adalah salahnya Arnanda. Dan dia langsung membela diri.
“Lho, gue kalem kok daritadi. Pencitraan sebagai ketua yang kalem dan berkepala dingin. Ngasih nasehat yang arif dan bijaksana di saat-saat krusial. Biar semuanya efektif,” begitu pembelaannya. “Yang banyak nanya mah kalian, para pimpinan lain. Dan itu bagus, lagi.”
Ingin rasanya aku kembali mendebat, “Nggak ada bagus-bagusnya, tau!” tapi mati-matian kutahan.
“Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan kepada para panitia tadi, semua detail itu, bagus untuk mendidik dan melatih kepekaan mereka terhadap segala hal. Buat pengingat juga kalo dalam menyusun kegiatan jangan terlalu terfokus pada hal-hal besarnya. Hal-hal lain yang keliatannya nggak penting justru bisa jadi penunjang yang, bisa parah akibatnya kalo terlewat. Iya, kan? Lo nggak mungkin ngebiarin mereka berjalan gitu aja sementara masih banyak hal yang terlupa sama mereka, kan?”
Ah, jawaban seperti ini. Jawaban yang bikin bungkam, tapi memang kuamini dalam hati. Sekilas, aku melirik sosok yang sedang menyetir itu. Di wajahnya terlukis seulas senyum.
“Jadi, molornya rapat tadi salah siapa?”
Ah... Mulai lagi usilnya! Bisa banget nih Arnanda, menjungkirbalikkan suasana. “Ssssttt, konsen nyetir aja, deh! Gue pingin cepet-cepet denger suara Erland, huhuhu!”
*
Chalya: Buzzz . Udh tidur?
Erland: Buzzz . Belom nih
Chalya: Emgnya km lg ngpain?
Erland: Nungguin km pulang sampe rmh dgn selamat sehat sentosa
Chalya: Uuuu... Sudah sampai rumah, doong. Telpon ayo telpon! Hari ini aku beteee :’(
Erland: Bete knp? Gara” tadi pagi? Bentar aku beli pulsa nelpon dlu
Chalya: Itu br permulaan, Yang. Kjadian lain mlh lbh parah pkknya huhuhuu :’(
Erland: Cupcupcupcup
Chalya: Eh tp klo km capek gpp deh, curhatnya besok aja

Rrrrrtttt...
Wah, ponselku bergetar. Panggilan masuk dari Erland.
“Emangnya tadi aku bilang kalo aku lagi capek?” Begitu kata-kata pembukanya seketika setelah aku menjawab telepon darinya. Aku meringis.
“Yah... kan jadwal kamunya hari ini padat. Bisi capek, mau langsung bobok.”
“Hmm...” Erland terdiam beberapa saat. Tuh, kan. Pasti dia... “Tidurnya ntar, setelah denger kenapa kamu bete hari ini.”
Luluuuuh, punya pacar yang super baik dan perhatian seperti Erland benar-benar bikin luluh! Aku, yang tadi pagi sengaja tidak ingin membagi rasa bete ke Erland, malam ini malah curhat habis-habisan tentang semua rangkaian mengesalkan di hari ini. Selain tentang artikel yang nggak lolos masuk koran dan rapat yang super lama, ada satu hal lagi yang bikin aku uring-uringan.
“Dosenku hari ini ngasih tugas yang sangat-sangat-sangat menyebalkan, Yang!” Seruku dengan sangat berapi-api.
“Tugas seperti apa, Yang!”
Seperti biasa, Erland menjiplak nada bicaraku, dan malah membuatku semakin bersemangat untuk ngedumel.
“Pokoknya tadi siang, semuanya dikasih tugas buat bikin kultweet gitu. Trus aku kebagian bikin kultweet tentang pariwisata di kota Bandung sama temenku. Kultweet lho, Yang. Kultweet! Aku nggak punya twitter, kaaan... gimana caranya aku bisa bikin tugasnya, cobaaaa...”
“Waduh,” aku bisa mendengar Erland sedang mengacak rambutnya di seberang sana. Aku jadi penasaran, sudah seperti apa rambutnya sekarang.
“Trus aku harus gimana, cobaaa –“
“Kamu kalo bikin akun twitter pasti nggak mau kan, ya?”
Aku mengangguk keras, walau Erland tidak bisa melihatnya.
“Oke. Gampang itu, sih. Pake twitternya aku aja. Tau kan, ya? Password-nya y-o-u-l-l-n-e-v-e-r-w-a-l-k-a-l-o-n-e.”
Erland dengan gampangnya memberikan kata kunci akun twitternya padaku. Ini membuatku sejenak terdiam. Oke, nggak masalah sih sebenarnya. Yang jadi masalah – selain karena aku juga nggak tau bagaimana cara memainkan twitter ini – adalah...
Aku menghargai privasi Erland sebagai seorang individu.
“Enggg...”
“Kenapa?”
“Jangan, lah... Nggak enak sama kamu.”
“Kenapa harus nggak enak? Twitternya pacarmu sendiri, kan. Sekalian kepo juga nggak papa kok, ikhlas.”
“Ya, justru itu...” Aku menghela napas. “Kan aku menghargai privasi kamu. Akun-akun sosial media yang kamu punya sebagai wadah kamu berinteraksi dengan teman-temanmu. Masa iya sih, aku intip. Apalagi aku pinjem buat tugas kuliahku. Jangan, ah. Kasian kamunya.”
“Chalya Nadira, ckckck,” Erland tertawa kecil. Namun aku bisa mendengar nada haru terselip disana. “Nggak masalah, lagi. Nggak ada yang perlu aku sembunyiin juga. Kenapa harus nggak enak, hayooo?”
“Yah... Karena aku percaya sama kamu, karena aku menghargai privasi kamu. Alasan yang lebih dari cukup untuk nggak ngepoin aktivitas kamu di dunia maya. Benar, kan?”
Kali ini Erland tertawa lepas, dan juga bahagia.
“Ini, nih, yang bikin aku sayangnya kebangetan sama kamu.”
Aku tersipu malu. “Terima kasih, Mas Pacar.”
“Sama-sama, Neng Pacar. Pokoknya aku udah kasih password ke kamu, ya. Santai aja kalo mau dikepoin atau diapain juga, oke? You’ll never walk alone, Baby.
*
Aku tidak goyah. Tidak. Sama sekali tidak alasan bagiku untuk goyah dan menggunakan akun twitter milik Erland. Alih-alih begitu, besoknya aku langsung meminjam akun twitternya Kirana, adikku yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. Salah seorang penggila sosial media yang sangat up to date, yang setelah aku rayu dengan beribu-ribu jurus akhirnya mengizinkanku untuk menggunakan akunnya serta menganti banyak hal – nama profil, user ID, foto, dan biodata – dengan segala hal tentang diriku. Walau hanya simpel, sih. Tapi untuk ukuran seorang remaja yang sangat sering ngetweet seperti dirinya, pencitraan sangat penting. Setelah aku iming-imingi juga bahwa bahan kultweet milikku bagus bagi pencitraannya di dunia maya dan juga ia boleh mem-follow teman kuliahku – yang cowok, tentunya – barulah aku diizinkan menguasai twitternya sepenuhnya. Bagus.
Segera setelah mendapatkan izin dari Kirana, aku langsung mengabari keasih hati yang jauh di sana. Halah.
Aku pake twitternya Kirana, Yng :*
Walaupun sangat jarang, aku senang ketika bertingkah menjadi sosok pacar yang – bagaimana ya mendeskripsikannya? – sok imut, mungkin. Maksudnya, terkadang menampakkan sisi manja dan yang sejenisnya. Tapi, jelas nggak terlalu sering. Aku masih cukup tahu diri untuk tetap menjaga supaya sikapku padanya tidak terlalu berlebihan. Karena, aku lebih ingin menjadi sosok yang bisa menyokongnya, memberinya semangat, bukan malah yang tergantung padanya. Seperti itu.
Dia mau? Wow, rayuan km psti hebat! XD
Jelas Erland tahu tentang adikku satu-satunya ini. Sejak SMA dulu, Erland sering ke rumahku – atas permintaanku, sih, sebenarnya – untuk belajar bersama membantuku secara sukarela dalam melaksanakan tugas-tugas OSIS. Dan Kirana sangat mengidolakan Erland, apalagi kalau bukan karena Erland bersedia mengenalkannya pada segala fasilitas yang disediakan di dunia maya. Hal yang sangat aku hindari.
Dan kini, aku sudah berada di depan laptop di kamarku. Bersiap untuk membuka akun twitter milik Kirana. Satu... Dua... Tiga...
Setelah menekan tombol sign in, di layar laptopku terlihat serangkaian tweet dari berbagai akun. Ada beberapa yang kukenali sebagai temannya Kirana, ada juga akun-akun berita, artis, ckckck. Adikku ini sangat haus akan informasi – baca: gosip. Saat aku sedang asyik melihat-lihat, ada sebuah akun dengan foto yang sangat kukenal, nge-tweet sesuatu tentang... Sejujurnya, aku nggak tahu itu link tentang apa. Sepertinya sih tentang komputer-komputeran gitu.
Entah mengapa, tiba-tiba saja aku deg-degan. Nggak. Nggak boleh. Aku nggak akan goyah. Aku nggak akan membuka akun milik Erland. Yah... Paling-paling isinya hanya tentang hal-hal seperti itu saja, kan? Iya, kan?

Sebelum aku mengubah pendirian, halaman ini – timeline, gitu, disebutnya – harus segera aku tutup. Aku langsung masuk ke profilnya Kirana, dan mulai melakukan perubahan-perubahan sebelum akhirnya memulai kultweet tentang pariwisata di Kota Bandung. Huft!




BEHIND THE SCENE

Sebelumnya authors minta maaf ya karena yang nomor 4 ini lamaaaaaa sekali kami keluarkan. (((((keluarkan))))) . Hihihi. Gaada excuse, kami minta maaaaaaaaf yang sebesar-besarnya karena udah bikin yang ingin baca kisah Chalya dan Nadie menunggu lama sekali untuk kelanjutan project kedua kami ini. Yah... angkatan tua, sibuk skripsweet. Maaf ya teman2. Terimakasih mau menunggu dan silahkan menikmati.

"Prin bagaimana kita melanjutkan proyek ini?"
"Iya, Flo. Proyek curhat menguras hati."
"Iya, Prin. Sedih. Kenapa Ya Tuhaaaaan... kenapaaaahhh.... marilah kita move on, Priiiin... Aaaakk..."
"Flo?"
"Iya?"
"Fokus. Tapi yah memang ini jamannya salah fokus, denk. Mana, Flo... manaaaa..."
"Prin?"
"Ya?"
"INI AYO NOMER EMPATNYA DIPOSTIIIIINGGGG..."
"Idenya tergantung di langit-langit kamar, Flo. Menjadi peneman mimpi, pengingat kenangan..."
"PRIN."
"Oke, Flo. OKE. PART 4 YAAAA SEGERA CAPCESSS."

9 comments:

  1. Kakaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk................. Dulanjut yoooooooooooooooooo :D

    ReplyDelete
  2. part 5 jangan lama lama ya kakak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. inshaallah, pantau aja yaaa hehehe :) terimakasih telah membaca

      Delete
  3. finally part ini muncul juga :D lanjutkan yaaaa!

    ReplyDelete
  4. Kakak-kakak lanjutkan yaa...
    Pengen tau lanjutannya..
    Nggak sabar..

    ReplyDelete
  5. Mens Titanium Wedding bands for women in 2021
    We're columbia titanium boots sure to see more and ford edge titanium 2021 more men signing aftershokz titanium up for Mens. It's does titanium set off metal detectors a perfect fit blue titanium for both the traditional wedding ring and custom wedding dresses.

    ReplyDelete