Kata Hati Chalya: Karena Hati Ini Percaya Kamu
Especially for you
I wanna let you know what I was going trough
All the time we were apart I thought of you
You were in my heart, my love never changed
I still feel the same
(MYMP – Especially For You)
“Yah... Gagal
lagi.”
“Apaan?”
“Itu...
artikelku belum beruntung buat bisa dimuat di koran.”
“Sedih?”
Sedih? Kuulangi pertanyaan Erland dalam hati. Sebenarnya sedih, sih. Pagi-pagi menghadapi kenyataan bahwa artikelku untuk kesekian kalinya mendapat respon yang kurang baik. Tapi...
“Hmm... Nggak
juga. Justru harus semangat untuk nulis yang lebih bagus lagi dong, biar
selanjutnya tulisanku yang dimuat hohoho...”
Cukup akulah
yang sedih di pagi ini. Jangan sampai merusak pagi hari milik sang pacar.
Apalagi hari ini jadwal kuliah Erland sangat padat, makanya sekarang
menyempatkan diri untuk menelepon sebelum mengabaikan ponselnya sampai sore
nanti.
“Siiip, semangat
yang keren! Makanya kirim ke aku dulu dong biar bisa aku baca, aku komen,
gitu... Yah, walaupun aku nggak bisa komen soal teknik dan lain-lain, minimal
bisa bilang bagus-nggak bagus, menarik-nggak menariknya dimana gitu, deh.”
“Iya, deeeh!” Klik! Dan sambungan telepon pun
terputus. Aku menghela napas panjang.
Kalo artikelku
ditolak terus, gimana caranya aku bisa menjadi jurnalis yang keren? Huuuffftt!
*
Hari ini panas.
Sangat-sangat-sangat panas, dalam
berbagai pengertian. Matahari yang sedang semangat bersinar dengan teriknya,
belum lagi suasana rapat yang kacau balau karena peserta rapatnya telat –
termasuk Arnanda! – dengan alasan kuliah. Hah!
Kalo aja mereka
tau, kuliahku hari ini sangat bikin panas,
pasti nggak akan ada yang berani terlambat rapat dengan keterlaluan seperti
ini.
“Sebagai ketua yang nggak pernah telat, kenapa
lo telatnya di saat yang tepat gini, sih?” Protesku begitu Arnanda datang, yang
langsung membuatnya terkejut. Iya, aku termasuk jarang menunjukkan raut kesal
di depan orang banyak.
“Wow, sekretaris
gue kenapa, nih? Tadi emang kelar kelasnya lebih lama dari biasanya, trus di
jalan ketemu sama anak UKM tetangga, ngomongin masalah birokrasi baru ke
rektorat yang lebih ribet,” jelasnya lengkap, sama sekali tidak membantu
meredakan kekesalanku.
Saat ini,
rasanya aku ingiiin sekali menghubungi Erland dan curhat habis-habisan. Kulihat
tidak ada pesan apapun yang muncul di ponselku, tandanya Erland masih berkutat
dengan perkuliahannya. Ah, saat-saat begini yang benar-benar bikin LDR terasa
sangat menyiksa. Menyiksa!
Dan siksaan
seperti ini berlanjut sampai jam sepuluh malam.
“Tuh, gini nih
akibatnya kalo rapatnya molor tapi banyak hal yang mesti dibahas!”
Sepanjang
perjalanan pulang, aku nggak berhenti mengomel. Biar saja Arnanda – yang
mengantarku pulang dengan mobilnya – jadi sasaran kekesalanku. Lah, ini semua
salah dia, sih. Aku bilang aku nggak mood
untuk ikut makan malam dengan anak-anak, tapi Arnanda tetap memaksa. “Biar
bete lo ilang,” gitu katanya. Tapi sama saja. Malah semakin menjadi-jadi.
Satu-satunya obat bete yang kupunya hanya suara Erland, yang daritadi ingin
menelepon tapi harus tertunda karena rapat. Huh!
“Salah siapa,
coba?” Arnanda malah semakin memancing.
“Salah elo!”
“Lho, yang
banyak nanya tadi siapa, coba? Hayooo...”
“Elo!” Aku tetap
bersikukuh. Semua kekacauan rapat tadi adalah salahnya Arnanda. Dan dia
langsung membela diri.
“Lho, gue kalem
kok daritadi. Pencitraan sebagai ketua yang kalem dan berkepala dingin. Ngasih
nasehat yang arif dan bijaksana di saat-saat krusial. Biar semuanya efektif,” begitu
pembelaannya. “Yang banyak nanya mah kalian,
para pimpinan lain. Dan itu bagus, lagi.”
Ingin rasanya
aku kembali mendebat, “Nggak ada bagus-bagusnya, tau!” tapi mati-matian
kutahan.
“Pertanyaan-pertanyaan
yang dilontarkan kepada para panitia tadi, semua detail itu, bagus untuk
mendidik dan melatih kepekaan mereka terhadap segala hal. Buat pengingat juga
kalo dalam menyusun kegiatan jangan terlalu terfokus pada hal-hal besarnya.
Hal-hal lain yang keliatannya nggak penting justru bisa jadi penunjang yang,
bisa parah akibatnya kalo terlewat. Iya, kan? Lo nggak mungkin ngebiarin mereka
berjalan gitu aja sementara masih banyak hal yang terlupa sama mereka, kan?”
Ah, jawaban
seperti ini. Jawaban yang bikin bungkam, tapi memang kuamini dalam hati.
Sekilas, aku melirik sosok yang sedang menyetir itu. Di wajahnya terlukis
seulas senyum.
“Jadi, molornya
rapat tadi salah siapa?”
Ah... Mulai lagi
usilnya! Bisa banget nih Arnanda, menjungkirbalikkan suasana. “Ssssttt, konsen
nyetir aja, deh! Gue pingin cepet-cepet denger suara Erland, huhuhu!”
*
Chalya:
Buzzz . Udh tidur?
Erland:
Buzzz . Belom nih
Chalya:
Emgnya km lg ngpain?
Erland:
Nungguin km pulang sampe rmh dgn selamat sehat sentosa
Chalya:
Uuuu... Sudah sampai rumah, doong. Telpon ayo telpon! Hari ini aku beteee :’(
Erland:
Bete knp? Gara” tadi pagi? Bentar aku beli pulsa nelpon dlu
Chalya:
Itu br permulaan, Yang. Kjadian lain mlh lbh parah pkknya huhuhuu :’(
Erland:
Cupcupcupcup
Chalya:
Eh tp klo km capek gpp deh, curhatnya besok aja
Rrrrrtttt...
Wah, ponselku bergetar.
Panggilan masuk dari Erland.
“Emangnya tadi aku
bilang kalo aku lagi capek?” Begitu kata-kata pembukanya seketika setelah aku
menjawab telepon darinya. Aku meringis.
“Yah... kan jadwal
kamunya hari ini padat. Bisi capek,
mau langsung bobok.”
“Hmm...” Erland terdiam
beberapa saat. Tuh, kan. Pasti dia... “Tidurnya ntar, setelah denger kenapa
kamu bete hari ini.”
Luluuuuh, punya pacar
yang super baik dan perhatian seperti Erland benar-benar bikin luluh! Aku, yang
tadi pagi sengaja tidak ingin membagi rasa bete ke Erland, malam ini malah
curhat habis-habisan tentang semua rangkaian mengesalkan di hari ini. Selain
tentang artikel yang nggak lolos masuk koran dan rapat yang super lama, ada
satu hal lagi yang bikin aku uring-uringan.
“Dosenku hari ini
ngasih tugas yang sangat-sangat-sangat menyebalkan, Yang!” Seruku dengan sangat
berapi-api.
“Tugas seperti apa,
Yang!”
Seperti biasa, Erland
menjiplak nada bicaraku, dan malah membuatku semakin bersemangat untuk
ngedumel.
“Pokoknya tadi siang,
semuanya dikasih tugas buat bikin kultweet gitu. Trus aku kebagian bikin
kultweet tentang pariwisata di kota Bandung sama temenku. Kultweet lho, Yang.
Kultweet! Aku nggak punya twitter, kaaan... gimana caranya aku bisa bikin
tugasnya, cobaaaa...”
“Waduh,” aku bisa
mendengar Erland sedang mengacak rambutnya di seberang sana. Aku jadi penasaran,
sudah seperti apa rambutnya sekarang.
“Trus aku harus gimana,
cobaaa –“
“Kamu kalo bikin akun
twitter pasti nggak mau kan, ya?”
Aku mengangguk keras,
walau Erland tidak bisa melihatnya.
“Oke. Gampang itu, sih.
Pake twitternya aku aja. Tau kan, ya? Password-nya
y-o-u-l-l-n-e-v-e-r-w-a-l-k-a-l-o-n-e.”
Erland dengan
gampangnya memberikan kata kunci akun twitternya padaku. Ini membuatku sejenak
terdiam. Oke, nggak masalah sih sebenarnya. Yang jadi masalah – selain karena
aku juga nggak tau bagaimana cara memainkan twitter ini – adalah...
Aku menghargai privasi
Erland sebagai seorang individu.
“Enggg...”
“Kenapa?”
“Jangan, lah... Nggak
enak sama kamu.”
“Kenapa harus nggak
enak? Twitternya pacarmu sendiri, kan. Sekalian kepo juga nggak papa kok,
ikhlas.”
“Ya, justru itu...” Aku
menghela napas. “Kan aku menghargai privasi kamu. Akun-akun sosial media yang
kamu punya sebagai wadah kamu berinteraksi dengan teman-temanmu. Masa iya sih,
aku intip. Apalagi aku pinjem buat tugas kuliahku. Jangan, ah. Kasian kamunya.”
“Chalya Nadira,
ckckck,” Erland tertawa kecil. Namun aku bisa mendengar nada haru terselip
disana. “Nggak masalah, lagi. Nggak ada yang perlu aku sembunyiin juga. Kenapa
harus nggak enak, hayooo?”
“Yah... Karena aku
percaya sama kamu, karena aku menghargai privasi kamu. Alasan yang lebih dari
cukup untuk nggak ngepoin aktivitas kamu di dunia maya. Benar, kan?”
Kali ini Erland tertawa
lepas, dan juga bahagia.
“Ini, nih, yang bikin
aku sayangnya kebangetan sama kamu.”
Aku tersipu malu.
“Terima kasih, Mas Pacar.”
“Sama-sama, Neng Pacar.
Pokoknya aku udah kasih password ke
kamu, ya. Santai aja kalo mau dikepoin atau diapain juga, oke? You’ll never walk alone, Baby.”
*
Aku tidak goyah. Tidak.
Sama sekali tidak alasan bagiku untuk goyah dan menggunakan akun twitter milik
Erland. Alih-alih begitu, besoknya aku langsung meminjam akun twitternya Kirana,
adikku yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. Salah seorang penggila sosial
media yang sangat up to date, yang
setelah aku rayu dengan beribu-ribu jurus akhirnya mengizinkanku untuk
menggunakan akunnya serta menganti banyak hal – nama profil, user ID, foto, dan biodata – dengan
segala hal tentang diriku. Walau hanya simpel, sih. Tapi untuk ukuran seorang
remaja yang sangat sering ngetweet
seperti dirinya, pencitraan sangat penting. Setelah aku iming-imingi juga bahwa
bahan kultweet milikku bagus bagi pencitraannya di dunia maya dan juga ia boleh
mem-follow teman kuliahku – yang
cowok, tentunya – barulah aku diizinkan menguasai twitternya sepenuhnya. Bagus.
Segera setelah
mendapatkan izin dari Kirana, aku langsung mengabari keasih hati yang jauh di
sana. Halah.
Aku
pake twitternya Kirana, Yng :*
Walaupun sangat jarang,
aku senang ketika bertingkah menjadi sosok pacar yang – bagaimana ya
mendeskripsikannya? – sok imut, mungkin. Maksudnya, terkadang menampakkan sisi
manja dan yang sejenisnya. Tapi, jelas nggak terlalu sering. Aku masih cukup
tahu diri untuk tetap menjaga supaya sikapku padanya tidak terlalu berlebihan.
Karena, aku lebih ingin menjadi sosok yang bisa menyokongnya, memberinya
semangat, bukan malah yang tergantung padanya. Seperti itu.
Dia
mau? Wow, rayuan km psti hebat! XD
Jelas Erland tahu
tentang adikku satu-satunya ini. Sejak SMA dulu, Erland sering ke rumahku –
atas permintaanku, sih, sebenarnya – untuk belajar bersama membantuku secara
sukarela dalam melaksanakan tugas-tugas OSIS. Dan Kirana sangat mengidolakan
Erland, apalagi kalau bukan karena Erland bersedia mengenalkannya pada segala
fasilitas yang disediakan di dunia maya. Hal yang sangat aku hindari.
Dan kini, aku sudah
berada di depan laptop di kamarku. Bersiap untuk membuka akun twitter milik
Kirana. Satu... Dua... Tiga...
Setelah menekan tombol sign in, di layar laptopku terlihat
serangkaian tweet dari berbagai akun. Ada beberapa yang kukenali sebagai
temannya Kirana, ada juga akun-akun berita, artis, ckckck. Adikku ini sangat
haus akan informasi – baca: gosip. Saat aku sedang asyik melihat-lihat, ada
sebuah akun dengan foto yang sangat kukenal, nge-tweet sesuatu tentang...
Sejujurnya, aku nggak tahu itu link tentang apa. Sepertinya sih tentang
komputer-komputeran gitu.
Entah mengapa,
tiba-tiba saja aku deg-degan. Nggak. Nggak boleh. Aku nggak akan goyah. Aku
nggak akan membuka akun milik Erland. Yah... Paling-paling isinya hanya tentang
hal-hal seperti itu saja, kan? Iya, kan?
Sebelum aku mengubah
pendirian, halaman ini – timeline,
gitu, disebutnya – harus segera aku tutup. Aku langsung masuk ke profilnya
Kirana, dan mulai melakukan perubahan-perubahan sebelum akhirnya memulai
kultweet tentang pariwisata di Kota Bandung. Huft!
BEHIND THE SCENE
Sebelumnya authors minta maaf ya karena yang nomor 4 ini lamaaaaaa sekali kami keluarkan. (((((keluarkan))))) . Hihihi. Gaada excuse, kami minta maaaaaaaaf yang sebesar-besarnya karena udah bikin yang ingin baca kisah Chalya dan Nadie menunggu lama sekali untuk kelanjutan project kedua kami ini. Yah... angkatan tua, sibuk skripsweet. Maaf ya teman2. Terimakasih mau menunggu dan silahkan menikmati.
"Prin bagaimana kita melanjutkan proyek ini?"
"Iya, Flo. Proyek curhat menguras hati."
"Iya, Prin. Sedih. Kenapa Ya Tuhaaaaan... kenapaaaahhh.... marilah kita move on, Priiiin... Aaaakk..."
"Flo?"
"Iya?"
"Fokus. Tapi yah memang ini jamannya salah fokus, denk. Mana, Flo... manaaaa..."
"Prin?"
"Ya?"
"INI AYO NOMER EMPATNYA DIPOSTIIIIINGGGG..."
"Idenya tergantung di langit-langit kamar, Flo. Menjadi peneman mimpi, pengingat kenangan..."
"PRIN."
"Oke, Flo. OKE. PART 4 YAAAA SEGERA CAPCESSS."
Kakaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkk................. Dulanjut yoooooooooooooooooo :D
ReplyDeleteSEGERAAAA ! hihi doakeuun :'
Deletepart 5 jangan lama lama ya kakak :)
ReplyDeleteinshaallah, pantau aja yaaa hehehe :) terimakasih telah membaca
Deletefinally part ini muncul juga :D lanjutkan yaaaa!
ReplyDeleteterimakasih telah membaca :)
DeleteKakak-kakak lanjutkan yaa...
ReplyDeletePengen tau lanjutannya..
Nggak sabar..
terimakasih telah membaca:)
DeleteMens Titanium Wedding bands for women in 2021
ReplyDeleteWe're columbia titanium boots sure to see more and ford edge titanium 2021 more men signing aftershokz titanium up for Mens. It's does titanium set off metal detectors a perfect fit blue titanium for both the traditional wedding ring and custom wedding dresses.